Rabu, 25 April 2018

Nenek Buta Tinggal dengan Anak yang Penderita Gangguan Jiwa • Bertahun-tahun Hidup dalam Penderitaan dan Kemiskinan

SHARE
Jember, MotimNews. Bertahun-tahun Nenek Munirah yang diperkirakan umurnya sudah berusia 80 tahunan ini, telah mengalami gangguan penglihatan (buta) apalgi selama ini hidupnya serba kekurangan karena faktor kemiskinan yang menderanya. Selain itu, dirinya pun kini juga hanya hidup ditemani anak semata wayangnya yang juga mengalami gangguan jiwa, karena stres setelah pernah ditolak cintanya oleh wanita yang pernah menjadi tetangga di sebelah rumahnya.

Di sisa umurnya itu, Nenek Munirah hanya mampu hidup di atas pembaringan dari bambu dan tidak bisa melakukan pekerjaan apa-apa. Namun sang anak tetap bisa merawat ibunya, dan membantu untuk merawat nenek tersebut. Namun mereka pun hanya bisa mengandalkan belas kasih tetangga, untuk mendapat kebutuhan hidup sehari-hari.

Di rumah sederhana di Desa Kemuning Lor, Kecamatan Arjasa, Munirah tinggal bersama anaknya, Muhammad Syamsuri, pria berusia 50 tahun yang mengalami gangguan kejiawaan itu. 

Diketahui rumahnya itu tepat berada di pinggir jalan jalur utama menuju ke tempat wisata rembangan. Namun tatkala banyak pelancong yang melalui jalan itu, tidak ada yang mengetahui jika ada seorang nenek tua renta yang hidup dengan anaknya yang mengalami gangguan kejiwaan, dan hidup dengan serba kekurangan, dan membutuhkan bantuan.

“Dia (Syamsuri) stres setelah pinangannya ditolak. Sampai sekarang belum menikah, masih membujang,” kata tetangga Munirah, Jumaliyah, saat ditemui sejumlah media, Rabu siang (25/4).
Menurut Jumaliyah, suami Munirah meninggal sekitar 10 tahun lalu. Sejak sang suami meninggal, Munirah harus banting tulang untuk menghidupi dirinya dan anak laki-lakinya.

“Dulunya Mbah itu jualan sapu, telur dan sayuran. Jualannya di pasar. Beliau jalan jauh dari rumahnya untuk berjualan itu,” kata Jumaliyah.

Namun seiring berjalannya waktu dan kondisinya yang mulai sakit-sakitan, Munirah kemudian tak lagi berjualan di pasar. Apalagi kondisi penglihatannya juga mulai terganggu.

“Akhirnya ya diam di rumah. Apalagi penglihatannya mulai terganggu. Lebih banyak berbaring saja di ranjang,” sambungnya.

Kondisi ini membuat sejumlah tetangga prihatin. Mereka pun kerap kali mengirim bantuan makanan untuk Munirah dan anaknya.

“Saudaranya juga kadang mengirim makanan. Terkadang jika anaknya sedang kumat, saat tetangga mengantar makanan ke rumahnya tidak dibukakan pintu. Tetangga hanya bisa maklum, karena juga tidak bisa membantu kondisi yang dialami mbah itu,” imbuhnya.

Wanita itu berharap, ada kepedulian pemerintah terhadap kondisi Munirah dan putranya. Sebab kehidupan ibu dan anak itu memang sangat memprihatinkan.

“Dulu waktu dekat rumahnya ada selep (penggilingan, red) padi, masih sering dapat bantuan dari pemilik selep. Tapi sekarang selepnya sudah tutup,” ujar Jumaliyah.

“Dulu pernah dapat bantuan, rumahnya diperbaiki dengan ditembok bagian depan rumahnya, sekitar tahun 2006 lalu. Tapi sekarang belum ada bantuan apa-apa. Hanya mengharap belas kasih dari warga atau orang yang datang ke rumahnya,” tuturnya.

Sementara itu, Munirah sendiri sulit menjawab ketika diwawancara. Wanita ini lebih banyak diam ketika wartawan mengajukan semlah pertanyaan. Bukan karena cuek, namun juga penyakit pikun yang juga sudah menjadi sahabatnya sekarang.

Demikian juga anaknya, Syamsuri. Laki-laki itu sebenarnya tampak ramah dengan wartawan ketika diajak ngobrol. Namun dari obrolan yang dibahas, terkadang jawaban melantur dan hanya fantasi yang berlari-lari di pikirannya. Kalau pun menjawab, kata-katanya susah dipahami dan cenderung melantur.

Namun dari apa yang disampaikan Syamsuri, ada ungkapan yang sangat bermanfaat untuk menjadi nasehat. 

“Coba sampeyan kalau punya ibu seperti saya, sudah seharusnya dirawat, meskipun susah saat sakit dan buang air. Tapi tetap harus kita rawat dan dijaga, karena bakti kita sebagai seorang anak,” tuturnya.(ata)

SHARE

Author: verified_user

0 komentar: