Senin, 09 April 2018

Peristiwa Ritual ‘Maut’ Bukan Kasus Pidana

SHARE
Jember, MotimNews. Ritual penyembuhan di Pantai Paseban yang dipimpin oleh Bindereh Kusnan tidak disangka akan berujung maut. Bahkan ritual yang dimaksudkan untuk proses penyembuhan itu, malah menelan tiga korban jiwa, dan sempat membuatnya berurusan dengan polisi. Namun setelah dilakukan gelar perkara, polisi menetapkan persoalan tersebut bukan kasus pidana, karena peserta ritual datang dengan kemauan sendiri, dan tidak ada paksaan dari pihak mana pun.

“Saya lebih bertujuan membantu, yang di Paseban itu sampai saat ini nggak dibayar‎,” kata Kusnan kepada sejumlah wartawan, Senin (9/4).

Menurut pria berusia 30 tahun itu, dia memang sering dimintai tolong untuk mengobati sejumlah penyakit. Namun kendati demikian, dirinya tidak membuka praktik khusus.

“Saya lupa sejak kapan, yang jelas saya tidak buka praktik khusus. Niatnya hanya membantu,” kata Kusnan.

Sejumlah warga yang butuh pertolongan, menurut pengakuan Kusnan, datang ke rumahnya yang berada di Desa Sumberpoh, Kecamatan Maron, Probolinggo. Sebagian besar mereka mengalami sakit stroke.

“Alhamdulillah sebagian besar sembuh setelah saya obati. Ya kadang pakai ritual, kadang pakai doa-doa,” katanya.

Kusnan mengaku tak memasang tarif khusus dalam melakukan pengobatan. Dia menerima berapa pun pemberian pasien. “Yang penting ikhlas, berapa pun saya terima. Kadang Rp 20 ribu, tapi ada juga yang memberi sampai Rp 200 ribu. Nggak mesti,” katanya dengan logat Madura yang kental.

Karena kemampuannya mengobati orang sakit dan dinilai memiliki ilmu spiritual mumpuni, Kusnan oleh warga dipanggil dengan sebutan Bindereh, yang artinya Tuan. Nama Bindereh Kusnan pun cukup dikenal di kalangan masyarakat Kecamatan Maron dan Krucil, Probolinggo.

“Saya tidak tahu kenapa kemudian oleh orang-orang saya dipanggil Bindereh Kusnan,” ujarnya. Mengenai ritual di Pantai Paseban yang berujung maut, menurut Kusnan, ritual itu bertujuan untuk menyembuhkan penyakit salah satu pasiennya bernama Alma (25). Perempuan warga Desa Roto,

 Kecamatan Krucil, Probolinggo yang menderita sebuah penyakit yang membuat kakinya membengkak.

Pihak keluarga pernah memeriksakan Alma ke rumah sakit. Namun hasil pemeriksaan dinilai keluarga tak masuk akal. Alma divonis menderita penyakit jantung dan tifus. Akhirnya pihak keluarga memutuskan membawa Alma berobat ke Bindereh Kusnan.

“Jadi tujuan ke Paseban untuk menyembuhkan Alma. Saya tidak tahu ternyata yang berangkat banyak. Mungkin juga ingin mengantar, sebab sebagian besar yang ikut adalah keluarganya,” kata Kusnan.

Namun alih-alih penyakit yang diderita Alma sembuh, ritual yang dilakukan di pantai laut selatan itu justru menelan korban jiwa. Tiga orang tewas setelah digulung ombak saat melakukan ritual. Mereka adalah Supri, Ahmad dan Sunari. 

Ironisnya, dua korban meninggal merupakan keluarga dekat Alma. Supri merupakan ayah Alma, sedangkan Sunari adalah pamannya. “Saya benar-benar tidak menyangka akan menjadi seperti ini,” ucapnya lirih.

Sementara itu saat Memo Timur meminta konfirmasi dari Kapolres Jember AKBP Kusworo Wibowo, disampaikan bahwa polisi menetapkan kasus ritual maut itu, bukan kasus pidana. Sebab peserta ritual datang dengan kemauan sendiri, dan tidak ada paksaan dari pihak mana pun.

“Sudah kami gelarkan dengan mengundang ahli pidana. Berdasarkan keterangan saksi-saksi sesuai berita acara pemeriksaan‎, sejauh ini penyidik dengan ahli pidana menyimpulkan bahwa perkara ini bukan perkara pidana,” terang Kusworo saat di Mapolres Jember.

Kusworo menjelaskan, Bindereh Kusnan bukanlah orang yang mengajak 9 orang lainnya untuk melakukan ritual. Keputusan mengikuti ritual berdasarkan keputusan pribadi masing - masing.

Ritual yang dilakukan Bindereh Kusnan sebenarnya hanya ditujukan kepada Alma yang memang sedang sakit. Namun dari hasil rembuk keluarga, akhirnya mereka banyak yang ikut.

“Dalam keadaan sadar dan tidak terpaksa, atau dipaksa. Jadi keputusan diri sendiri,” tegas Kusworo.
Selain itu, kata Kusworo, mereka yang akhirnya tergulung ombak ini, sebelumnya sudah diingatkan agar tidak terlalu ke tengah. Namun peringatan tersebut tak dihiraukan. 

“Menurut saksi-saksi itu sudah di luar pantauan dan sudah diingatkan supaya jangan terlalu maju. Akhirnya ada 4 yang tergulung ombak, satu berhasil diselamatkan,” kata Kusworo.

Dia menambahkan, pihak keluarga korban memahami dan memaklumi kejadian ini dan meminta agar tidak diproses secara hukum. “Mereka menerima peristiwa ini sebagai musibah dan meminta tak diproses hukum,” tandasnya. (ata)

SHARE

Author: verified_user

0 komentar: